Advertisement Section

Sulitnya Menerapkan Gerakan ‘Ayo Hormati Guru’

Jika Kau bisa membaca ini, berterimakasihlah kepada seorang guru – Stiker Bemper

Dari sekian banyak pagi yang kita lewati, hitunglah berapa pagi yang kita lewati tanpa sapaan guru. Beliau yang sudah sejak malam memikirkan kita, meskipun terkadang kita bukan siapa-siapa. Bukan bapak, om, anak, bukan siapa-siapa.

Akan tetapi, setiap pagi guru akan setia menyapa kita sebelum membukakan jendela dunia kepada kita. Melupakan apapun yang terjadi di rumahnya, bertujuan mulia mengantarkan siswanya untuk menggapai cita. Menangis bahagia melihat kita tersenyum di layar televisi, karena menjadi siswa dengan nilai tertinggi, menjadi mahasiswa cum laude. Ikut berbangga hati.

Mungkin terkadang kita tidak menyadari bahwa menjadi guru adalah sebuah takdir. Bahwa menjadi guru adalah sebuah panggilan jiwa. Bagaimana jika tidak ada orang yang merasa perlu menjadi seorang guru.
Bukankah Muhadjir Effendy telah menjelaskannya? Hanya ada dua profesi di dunia ini. Ya, hanya ada dua, yaitu guru dan selain guru.

Guru memiliki reputasi cukup mulia di negeri ini. Guru selalu di elu-elukan sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Menjadi profesi yang amat diindahkan. Dibacakan dalam berbagai lomba pembacaan puisi tingkat nasional.
Namun, memuliakan guru tidak hanya cukup lewat orasi-orasi, lewat puisi-puisi. Itu hanya kalimat mentah seandainya tidak dibarengi tindakan nyata.

Tidak berlebihan jika kita menyebut bahwa guru memiliki profesi yang mulia, mengapa? Tentu saja predikat mulia yang disandangnya diikuti beban cukup berat yang diembannya.

Guru selalu di tuntut untuk mewariskan cita-cita luhur para pahlawan bangsa yang telah gugur, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa seperti yang tertera dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Tetapi kenyataan yang sering terjadi saat ini sungguh sangat bertolak belakang. Guru sering dipersalahkan ketika menjalankan tugas yang disebut-sebut mulia tadi. Salah satu contoh, kasus yang menimpa salah seorang guru agama di SMAN 3 Parepare, beliau harus mendekam di penjara karena dilaporkan memukul siswanya yang tidak mau melaksanakan shalat dhuhur.

Padahal perlindungan terhadap profesi guru sendiri sudah diakui dalam PP Nomor 74 Tahun 2008. Dalam PP itu, guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pedidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Selain memberikan penghargaan, dalam proses mendidiknya guru juga diberi kebebasan memberikan sanksi terhadap siswanya. Hal tersebut dijelaskan di pasal 39 ayat 1. Dalam ayat 2 disebutkan bahwa sanksi tersebut dapat berupa teguran dan atau peringatan, baik lisan maupun tulisan, serta hukuman yang bersifat mendidik sesuai dengan kaedah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan.

Gerakan ‘Ayo Hormati Guru’ yang sempat mendapat banyak dukungan dari berbagai kalangan tampaknya semakin terlupakan. Budaya menghormati guru yang dulu dimiliki indonesia tampaknya semakin cepat tergerus perkembangan zaman.

Mari kita mencoba mengingat kembali Indonesia kita beberapa tahun yang lalu, sepuluh tahun ke belakang, atau mungkin lebih jauh lagi. Murid-murid akan berbaris rapi mengantre, berebut mencium tangan seorang guru.
Membungkuk serendah-rendahnya ketika seorang pahlawan terdekat kita itu lewat. Kemanakah rasa hormat itu saat ini?

Bukankah bangsa kita seringkali membanding-bandingkan negara-negara maju di luar sana dengan negara sendiri? Membandingkan kekayaan, kemajuan, dan sederet prestasi lain. Tapi cobalah sesekali kita menengok, bagaimana negara-negara maju diluar sana memperlakukan guru-guru mereka.

Menghormati seorang guru bukan hanya wujud ucapan terima kasih kita yang dalam pada mereka, atas jasa-jasa mereka. Menghormati seorang guru juga merupakan pembentukan karakter mendasar yang amat penting untuk mencapai tujuan bangsa. Untuk mencapai tujuan bersama.
#AyoHormatiGuru

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

Previous post Influenza, Seni Menularkan Seni
Next post Stapac Kandaskan Perlawanan Pelita Jaya dalam Indonesian Basketball League