Bahaya Laten Bahasa Dangdut Koplo Bagi Anak
Di era globalisasi, perkembangan budaya semakin pesat, terutama dalam dunia musik. Berbagai genre musik kini sudah menyebar luas ke berbagai penjuru dunia. Saat ini, di Indonesia, perkembangan dunia musik sangat pesat, dengan dangdut koplo sebagai genre yang mungkin dapat dikatakan paling populer.
Musik dangdut di Indonesia terus berkembang hingga melahirkan dangdut koplo. Dangdut koplo, yang memiliki ciri khas tersendiri dengan irama ketukan kendang, lahir dan berkembang di Pulau Jawa, terutama di Jawa Timur.
Kita dapat melihat daerah persebaran utama ini dari lirik-lirik lagu dangdut koplo populer saat ini yang sering menggunakan bahasa Jawa. Sebagaimana musik dangdut pada umumnya, dangdut koplo pun mengajak pendengarnya bergoyang. Yang jelas, peminatnya tampak semakin banyak saja.
Lagu dangdut koplo banyak digemari khususnya oleh masyarakat Jawa yang tinggal di pedesaan, seperti di daerah saya. Peminat dangdut koplo tidak hanya dari kalangan orang dewasa, tetapi bahkan anak-anak pun juga ikut menggemari dangdut koplo, dan terutama menyanyikan liriknya. Inilah masalahnya.
Banyak anak meniru lagu dangdut yang dinyanyikan oleh orang dewasa. Maka tidak heran jika sebagian besar anak-anak hafal lagu-lagu dangdut koplo yang sedang populer. Fenomena ini sering saya jumpai di mana-mana.
Padahal, khususnya bagi anak di bawah umur, istilah-istilah yang dipakai dalam lirik dangdut koplo dapat berpengaruh besar terhadap sisi psikologis anak. Ini sungguh membuat saya menjadi khawatir dengan perkembangan psikis mereka.
Lihat saja beberapa lirik lagu dangdut koplo yang sedang naik daun akhir-akhir ini, misalnya Bojo Galak yang dibawakan oleh Nella Kharisma. Bahasa yang digunakan pada lirik lagu ini adalah bahasa orang dewasa.
Suatu saat, saya melihat ada anak-anak yang sedang menyanyikan lagu Bojo Galak. Sebagian dari mereka ada yang sampai berteriak-teriak satu sama lain. Akan tetapi, fenomena ini sungguh mengherankan dan menggelikan menurut saya, karena dari awal sampai akhir mereka berdebat mengenai lirik lagu ini:
“Yo wes ben nduwe bojo sing galak, yo wes ben sing omongane sengak, seneng nggawe aku susah, nanging aku wegah pisah”.
Kemudian, saya menghampiri dan bertanya kepada mereka apakah mereka tahu makna dari lirik lagu itu. Mereka menjawab dengan serentak, “Tidak!”
Saat itu saya mulai khawatir karena mereka yang masih polos sudah mendengar istilah-istilah yang menurut saya belum patut mereka dengar.
Fenomena ini nampak lucu, tetapi di sisi lain saya prihatin, karena menurut saya mereka tidak sepantasnya sudah mengenal istilah-istilah seperti itu. Kemudian saya telusuri bahwa mereka mendengar lagu tersebut dari anggota keluarganya.
Salah satu anggota keluarga sangat tergila-gila dengan lagu dangdut koplo. Selain itu, anak-anak itu juga sering diajak menonton panggung-panggung musik dangdut di desa. Bahkan tidak hanya di panggung musik saja, tetapi di rumah pun diputarkan kaset melalui speaker.
Saya merasa seharusnya orang tua atau keluarga tidak memperdengarkan dangdut koplo yang merupakan lagu orang dewasa itu kepada anak-anak. Karena, seperti yang kita tahu, lirik-lirik dalam lagu dangdut koplo menggunakan kosakata yang hanya pantas didengar oleh orang dewasa. Dampaknya, anak-anak jadi tahu hal-hal yang seharusnya belum pantas untuk mereka ketahui atau lakukan.
Saat ini, anak-anak mulai kenal dengan istilah “bojo”. Makna “bojo” seharusnya hanya orang dewasa saja yang membicarakannya, tetapi akhir-akhir ini anak-anak sering mengucapkan kata “bojo”. Tidak hanya itu, kata “pacaran” juga sering mereka sebut-sebut, bahkan muncul beberapa anak yang menggegerkan media sosial karena mulai pacar-pacaran layaknya orang dewasa.
Anak-anak yang belum mampu memaknai suatu istilah atau kosakata dengan benar akan terjerumus pada makna yang mereka simpulkan sembarangan. Hal buruk lainnya, anak-anak yang belum bisa memilah dan memilih akan menggunakan kosakata sembarangan dalam percakapan sehari-hari.
Pornografi juga dapat mengancam anak-anak akibat dari menonton pentas dangdut koplo yang sering menampilkan pertunjukan yang hanya patut ditonton oleh orang dewasa. Dengan semua dampak buruk itu, anak-anak akan kehilangan masa kanak-kanaknya.
Dunia anak adalah dunianya belajar sambil bermain. Salah satu media belajar mereka misalnya musik. Namun, perkembangan musik di Indonesia saat ini dirasa kurang mendukung tumbuh kembang anak. Kita perlu pemahaman tentang masa perkembangan anak dan pemilihan jenis musik yang sesuai usia mereka.
Sekarang ini, lagu anak-anak sudah mulai pudar karena sebagian dari anak-anak kita cenderung hafal lagu-lagu dangdut koplo atau grup band orang dewasa. Lirik-lirik lagu tersebut merupakan kata-kata yang tabu dan tidak patut diumbar ke publik.
Anak-anak cenderung akan mencontoh segala hal yang dilihatnya, termasuk tontonan hiburan dangdut koplo yang menyajikan lagu-lagu bertema percintaan dan goyangan erotis. Hal ini tentu saja memengaruhi sikap anak dan bisa terbawa hingga dewasa nanti.
Melihat fenomena ini, musik bisa menjadi bahaya laten yang merusak moral generasi penerus bangsa jika tidak diapresiasi dengan bijak. Apalagi melihat usia anak-anak yang masih segar otaknya untuk mengingat apa yang mereka lihat dan mereka dengar.
Sensasi seksual dalam lagu bisa membuat anak berpikir bahwa peran diri mereka dalam tatanan masyarakat adalah untuk memberikan kepuasan seksual kepada orang lain. Selain itu, ada pula risiko anak akan memandang rendah arti tubuhnya, depresi, penyalahgunaan obat-obatan, dan sebagainya.
Alangkah baiknya jika para orang tua, saudara, guru, dan orang terdekat sadar akan pentingnya menjaga sisi psikologis anak. Dibutuhkan kerja sama yang baik agar dapat mengantisipasi perilaku menyimpang dan perilaku buruk anak akibat salah cara dalam mengapresiasi musik dangdut koplo.