Advertisement Section

Fenomena People Pleaser: Ketika Kepuasan Orang Lain Menjadi Prioritas

LPPM Kreativa – Di tengah kehidupan sosial yang dipenuhi dengan berbagai harapan dan tuntutan, kita sering menemukan orang-orang yang memiliki kecenderungan untuk lebih memperhatikan kebahagiaan orang lain daripada kebahagiaan diri sendiri. Walaupun kerap dianggap sebagai sikap positif, keinginan untuk menyenangkan orang lain yang berlebihan tanda disadari dapat membawa dampak negatif secara signifikan dan berpotensi merugikan. Fenomena ini dikenal dengan istilah “people pleaser.”

Seorang people pleaser adalah individu yang seringkali memprioritaskan kepuasan orang lain di atas kepuasan pribadi mereka sendiri. Mereka cenderung untuk tidak terlibat dalam konflik dan mengesampingkan kebutuhan serta keinginan pribadi demi menyenangkan orang lain, terlepas dari apa yang mungkin diperlukan atau diinginkan oleh diri mereka sendiri. Karakteristik khas yang membedakan seorang people pleaser adalah ketidakmampuannya untuk menyatakan pendapat atau keinginan pribadi karena munculnya rasa takut akan konsekuensi sosial yang mungkin timbul jika mereka menolak permintaan atau keinginan orang lain. Mereka merasa perlu untuk selalu merespon dengan kata “ya” meskipun mereka sebenarnya ingin mengatakan “tidak” agar tetap disukai dan tidak mengecewakan orang lain.

Baca Juga: Seni Mengenali Orang Tidak Tahu Malu

Dalam proses ini, mereka kehilangan kemampuan untuk mengidentifikasi dan
mengekspresikan kebutuhan mereka sendiri dengan jelas, sehingga cenderung mengorbankan diri mereka sendiri. Ketika perhatian hanya difokuskan pada kepentingan orang lain, orang dengan sifat people pleaser akan rentan mengalami masalah mental seperti kelelahan emosional dan gangguan kecemasan. Persepsi orang lain dapat mendistorsi identitas mereka, sehingga pribadi tersebut akan merasa kehilangan arah tujuan dalam hidup mereka.

Dampaknya, hubungan sosial mereka pun kerap kali menjadi tidak seimbang. Ketika terlalu sibuk memenuhi harapan orang lain, hubungan yang seharusnya saling mendukung bisa berubah menjadi hubungan yang sepihak. Orang-orang di sekitar mereka mungkin akan tidak benar-benar menghargai mereka sepenuhnya karena mereka cenderung melihat orang tersebut sebagai “orang yang selalu setuju” atau “orang yang tidak memiliki pendapat sendiri”.

Baca Juga: Nara dan Langkah Kecilnya

Namun, perlu dicatat bahwa menjadi seorang people pleaser bukanlah keputusan yang harus disalahkan sepenuhnya pada individu tersebut. Budaya dan norma sosial seringkali memperkuat perilaku ini, membuatnya sulit untuk dihindari. Oleh karena itu, penting bagi kita sebagai masyarakat untuk memahami dan mengakui dampak negatif dari fenomena people pleaser, serta menciptakan lingkungan yang mendukung ekspresi diri yang otentik dan sehat antarindividu.

Untuk mengatasi pola perilaku people pleaser, penting bagi setiap orang untuk bisa
membangun rasa percaya diri. Selain itu, belajar mengenali dan menghargai batas-batas pribadi, serta memprioritaskan diri sendiri tanpa merasa bersalah adalah langkah-langkah penting menuju keseimbangan yang sehat antara memberi dan menerima. Dalam hal ini, kesehatan mental dan kesejahteraan pribadi harus menjadi hal yang utama dan ditempatkan di atas kepuasan orang lain.

Penulis: Shofia Utomo
Editor : Hana Yuki

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Previous post Nara dan Langkah Kecilnya
Next post Resensi Novel Almond: Perjalanan Menemukan Emosi