Advertisement Section

Merah Si Pemarah

Pada harinya aku tiba
Kusaksikan langit malam memerah
Merah,
bukan karena senja kembali ke peraduan
Merah,
bukan karena mentari pamit pada langit
Merah,
bukan karena magrib telah merekah

Tapi, merah
Pada saat bintang seharusnya datang
Tapi, merah
Saat bulan seharusnya berpendar indah
Tapi, merah
Saat polutan terbias lampu jalan
Gumpalan pekat tersorot gedung bertingkat
Kerik jangkrik tertutup peluit kereta

Sayang,
kau benar
Metropolitan ini,
tidaklah lebih anggun dari kota kecil kita
Guratan pasir pantai
Kabut-kabut mengambang
Dingin membekukan
Angin menyejukkan
Dan tebing-tebing terjal mengagumkan

Ah, bukannya aku menyesal
Hanya saja, rindu pekatnya malam
Dan kerlip kota dari tebing desa
Mengakulah,
merah langit ini adalah ulahmu, kan?
Wahai, Si Pemarah?
Yang selalu enggan jika aku berpamitan
Demi membuatku rindu pada kampung halaman

Baca Juga: Warisan Si Binatang Jalang

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Previous post CIP Janggel: Kerajinan Inovatif dari Tongkol Jagung
Next post Kenaikan Harga Mi dengan Perang Ukraina-Rusia