Opini: Self Healing Bagi Trauma Korban
Self Healing Bagi Trauma Korban
Kekerasan adalah tindakan keji yang sama sekali tidak boleh diabaikan. Pelaku dan korban, masing-masing memiliki porsi hukuman dan penanganan yang sudah diatur oleh negara kita. Terutama untuk korban, rasa sakit akibat yang dilakukan, kerap kali masih berlanjut akibat pandangan dan masyarakat. Belum lagi, ketika melihat Si Biadap masih dapat menjelajah dengan bebas.
Maka, perlindungan dari pihak yang menjadi salah satu hal yang wajib dilakukan. Di Indonesia sendiri, menyasar kepada mayoritas korban kekerasan seksual yang merupakan anak dan perempuan, maka Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menjadi salah satu badan penanggung jawab resmi untuk kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan. Badan ini menetapkan untuk menetapkan dan melaksanakan di bidang pemberdayaan dan perlindungan anak serta kebijakan perempuan, sehingga terbukti nyata dalam memberikan trauma healing untuk korban kekerasan. Berikut beberapa tindakan trauma healing yang diterapkan oleh Kemen PPPA.
BACA JUGA: Gaslighting: Tindakan Manipulatif dan Obsesif!
Perawatan Fisik dan Psikis
Trauma akibat tindakan seksual akan membekas selamanya dalam benak korban. Bahkan, dampak tersebut dapat membekas sebagai luka atau trauma fisik di tubuhnya. Perawatan fisik dan psikis korban sama-sama penting dan perlu dilakukan, dan korban harus dijamin mendapatkan hak tersebut. Karena apabila tidak ditangani dengan benar, luka psikis maupun fisik akan membawa akibat yang buruk.
Misalnya, bila tidak mendapatkan terapi psikologis yang tepat, maka dikhawatirkan akan mengalami trauma yang berkepanjangan dengan Post-Traumatic Stress Disorder atau ( PTSD ). Sedangkan yang cedera dapat menyebabkan cedera terhadap kesehatan berupa paparan penyakit dan kemungkinan adanya kehamilan. Hal ini dapat membantu dan ditangani dengan bantuan tenaga kesehatan profesional dengan menjalankan tes dan pemeriksaan sederet.
Sistem pendukung
Segala bentuk kekerasan seksual pasti akan berdampak negatif terhadap korban. biasanya korban akan mengalami trauma psikis yang mendalam, kehilangan kepercayaan dirinya, dan kehilangan kehilangan dalam hubungan. Selain mendapatkan penanganan dari profesional, proses pemulihan korban perlu ditunjang dengan adanya sistem dukungan di sekitarnya. Orang-orang tersebut adalah keluarga, kerabat, teman-teman, dan lingkungan korban. Mereka yang setiap hari bertemu dan berkomunikasi dengan korban perlu menolak tekad untuk sama-sama melawan trauma tersebut, agar korban tidak merasa sendiri dalam menghadapi musibah yang menimpanya. Mereka dapat memberi kasih sayang, pengertian, memenuhi kebutuhannya, dan memberi dukungan mental maupun moral untuk korban.
Peningkatan Kebermaknaan Diri
Rasa trauma dan penilaian dari masyarakat dapat membuat kepercayaan diri dan hubungan sosial menjadi korban. Mereka akan merasa dirinya tak lagi berharga, bahkan mungkin sampai pada tingkat dirinya sendiri. Jika tidak ditangani dengan benar, hasil dari kebermaknaan diri dapat berakibat fatal, karena korban kemungkinan akan merasa harapan hidupnya akan hilang. Maka dari itu, perlu dilakukan pendekatan maupun tentang kebermaknaan diri dan peningkatan kepercayaan diri kepada korban, dan pada mereka bahwa peduli apapun yang telah terjadi, tetaplah seorang perempuan yang berharga. Hal ini dapat dilakukan oleh lembaga profesional dengan dukungan orang-orang terdekat.