Pendidikan dalam Pandangan KHD dan Dr. Dwi Siswoyo
Nama Ki Hadjar Dewantara (KDH) tentu sudah tidak asing lagi di telinga kita. Ia adalah sosok tokoh yang penting di Indonesia, khususnya dalam ranah pendidikan, sekaligus pendiri Taman Siswa, Juga penulis “Als ik eens Nederlander was”, dan peran lainnya dalam perjuangan bangsa membuatnya dinobatkan menjadi peletak dasar pendidikan nasional.
Dr. Dwi Siswoyo, dalam buku Ilmu Pendidikan setuju dengan gagasan Ki Hadjar Dewantara. Sebagai mahasiswa dari Dr. Dwi Siswoyo, saya sangat mengagumi cara beliau mengedepankan pembentukan karakter mahasiswanya ketimbang menilainya dari olahan angka semata.
Selain berbicara tentang Ki Hadjar Dewantara, beliau juga sedikit memberikan pandangannya dalam dunia pendidikan dan menyampaikan pendapatnya terhadap sistem pendidikan pada saat ini.
Saat perkuliahan, berulangkali beliu mengatakan bahwa sistem pendidikan saat ini menganggap peserta didik sebagai objek, bukan sebagai subjek yang memiliki karakternya masing-masing
Selain memberikan pandangan Ki Hadjar Dewantara, agaknya beliau juga membubuhkan banyak sekali saran dan kritik dalam tulisan ini. Dalam buku tersebut dituliskan bahwa Ki Hadjar Dewantara memiliki sifat-sifat terpuji yang seharusnya dimiliki peserta didik dan orang-orang yang terlibat dalam proses pendidikan itu sendiri.
Ki Hadjar Dewantara, dalam tulisannya “Als ik eens Nederlander was” memberikan kritikan kepada Belanda tentang sistem pendidikan saat itu.
Selain itu, Ki Hadjar merupakan sosok agamis yang tidak memisahkan pendidikan dengan agama. Ajaran-ajaran dalam agama sejatinya merupakan tuntunan dalam menjalani kehidupan. Inilah yang patut kita contoh dari Ki Hadjar Dewantara, sebagai pelaku proses pendidikan.
Pendidikan harus sesuai dengan kebudayaan dan adat istiadat dari masing-masing daerah. Pendidikan juga harus beradaptasi dengan zaman. Belajar dari masa lalu serta peka terhadap masa kini.
Kemudian pengetahuan itu digunakan untuk merancang masa depan. Yang terpenting, pendidikan harus dapat mengangkat derajat rakyat di suatu negeri.
Dr. Siswoyo, selain menganut sistemnya sendiri, juga mengacu pada sistem pendidikan Ki Hadjar Dewantara. Pak Dwi mengurutkan prioritas pendidikan yang dimulai dari budi pekerti, kebudayaan, usaha terjun ke masyarakat, lalu pengajaran.
Beliau berharap peserta didiknya memiliki karakter, budi pekerti, dan bahagia. Menurutnya, pendidikan harus memuat kemerdekaan; berdiri sendiri, tidak bergantung kepada orang lain, dan dapat mengatur dirinya sendiri.
Sejatinya, pendidikan harus mencetak manusia-manusia merdeka, bukan manusia robot yang berusaha memenuhi kebutuhan dunia kerja semata.
Saya pribadi sangat mengagumi sistem pendidikan ini. Menurut saya, sistem ini ideal, apalagi sebagai seorang mahasiswa prodi Pendidikan Seni Musik.
Dalam kesenian pun karakter merupakan pembeda antara satu individu dengan yang lainnya. Sehingga ketika pembeda itu tidak ada, apakah kita bisa dikatakan sebagai manusia seutuhnya? Tidak ada yang menyenangkan ketika semuanya terlihat sama.
Saya menganggap bahwa sistem pendidikan saat ini kurang menghargai karakter dari tiap-tiap peserta didiknya. Sebagai peserta didik, saya dipersiapkan menjadi alat sekaligus menjadi sumber daya. Secara tidak langsung menghilangkan identitas kami sebagai manusia yang memiliki pemikirannya sendiri-sendiri.
Keharusan untuk seragam inilah yang membuat sistem pendidikan sekarang terlihat putus asa, lesu, hitam-putih, dan monoton. Sebenarnya, mengapa tidak kita biarkan pendidikan kita berwarna dan menyenangkan? [redaksi/Nursaid]
Baca KOLOM di lppmkreativa.com atau tulisan Adiestya (kontributor) lainnya